Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, membeberkan pandangannya mengenai polemik utang yang melibatkan proyek kereta cepat Whoosh. Dalam penyampaian tersebut, Jokowi berperan sebagai pihak yang harus menjawab berbagai pertanyaan yang muncul terkait masalah ini.
Ia menjelaskan bahwa inisiatif pembangunan kereta cepat ini berakar dari masalah kemacetan yang telah menjadi persoalan serius di Jakarta dan sekitarnya selama bertahun-tahun. Tidak hanya Jakarta, bahkan Bandung juga mengalami hal serupa, yang memicu perlunya solusi transportasi yang efisien.
“Kemacetan di Jakarta sudah berlangsung selama lebih dari tiga dekade, bahkan lebih gelap dari itu. Situasi ini tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di Jabodetabek dan Bandung, yang semakin menambah kompleksitas masalah,” ujarnya dalam pernyataan kepada media di Solo.
Perhitungan Kerugian Ekonomi Akibat Kemacetan di Jakarta dan Sekitarnya
Jokowi menekankan bahwa kerugian yang diakibatkan oleh kemacetan membuat dampak signifikan terhadap perekonomian negara. Dalam satu tahun, ia mencatat, Jakarta mengalami kerugian hingga Rp 65 triliun, sementara Jabodetabek dan Bandung mencatat kerugian yang bahkan lebih tinggi.
Angka tersebut menggambarkan betapa mendesaknya implementasi transportasi massal sebagai solusinya. Oleh karena itu, Jokowi merumuskan sejumlah langkah, mulai dari MRT, LRT, hingga kereta cepat Whoosh, sebagai respon terhadap tantangan tersebut.
“Kami berupaya mendorong masyarakat untuk beralih dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kerugian ekonomi dan menciptakan sistem transportasi yang lebih efisien,” lanjutnya.
Kendala dalam Mewujudkan Transportasi Massal yang Efisien
Jokowi menegaskan bahwa pengembangan transportasi massal bukan sekadar bisnis, melainkan merupakan layanan publik yang harus dijaga keberlanjutannya. Dengan menyasar peralihan masyarakat dari kendaraan pribadi, proyek transportasi ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dan mempercepat mobilitas.
Dengan subsidi yang diberikan untuk proyek ini, pemerintah ingin melihat dampak jangka panjang yang positif. “Kita tidak bisa hanya melihat dari sudut pandang kerugian langsung, tetapi juga potensi yang bisa dihasilkan di masa depan,” tambahnya.
Dia memasukkan contoh konkret dari proyek MRT yang telah menerima subsidi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 800 miliar per tahun. Ini baru mencakup satu rute, dan rute lainnya diharapkan mengurangi beban yang ada.
Dampak Positif Transportasi Massal terhadap Masyarakat dan Ekonomi
Jokowi menjelaskan bahwa keberhasilan transportasi massal dapat dilihat dari pertumbuhan jumlah penumpang. Misalnya, MRT telah berhasil mengangkut lebih dari 171 juta penumpang sejak diluncurkan. Sementara kereta cepat Whoosh pun telah melayani sekitar 12 juta orang.
Dia menilai bahwa perubahan kebiasaan masyarakat untuk menggunakan transportasi umum merupakan suatu keberhasilan yang menggembirakan. “Memindahkan masyarakat dari mobil dan motor ke transportasi massal bukanlah tugas yang mudah, tetapi hasilnya menunjukkan tren positif yang dapat diandalkan,” jelasnya.
Pembangunan infrastruktur transportasi ini juga dapat disandingkan dengan pengembangan perekonomian di daerah-daerah yang baru terhubung. Jokowi meramalkan bahwa kereta cepat akan menciptakan titik-titik pertumbuhan ekonomi baru yang dapat merangsang usaha mikro, kecil, dan menengah.










