Selama bertahun-tahun, hubungan diplomatik antara Indonesia dan Amerika Serikat telah memainkan peran penting dalam sejarah dua negara. Di balik hubungan tersebut, terdapat momen-momen penting yang menggambarkan dinamika kekuasaan dan interaksi antar pemimpin dunia.
Di antara momen tersebut adalah kehadiran Marshall Green, Duta Besar AS untuk Indonesia yang ditugaskan pada Juli 1965. Green sebenarnya bukan sosok yang disukai oleh Presiden Soekarno, yang merasa bahwa kehadiran Green hanya memperburuk hubungan antara kedua negara.
Penugasan Green di Indonesia berlangsung pada masa ketegangan antara Soekarno dan AS. Kebijakan luar negeri yang diusung oleh Washington sering dipandang Soekarno sebagai bentuk campur tangan dalam urusan dalam negeri Indonesia.
Ketegangan yang Meningkat Antara Soekarno dan Marshall Green
Soekarno, yang merupakan proklamator kemerdekaan Indonesia, menganggap bahwa Green membawa serta bendera mayoritas AS yang mengintimidasi. Dalam satu kesempatan, Soekarno dengan tegas mengkritik kebijakan AS di depan Green dan duta besar negara lain.
Momen tersebut sangat berkesan bagi Green, yang merasa tertekan saat harus mendengarkan kritik langsung dari presiden. Namun, dia tetap berusaha menahan diri dan menunjukkan sikap diplomatis di hadapan publik.
Berbagai tindakan Soekarno yang berani ini menciptakan kesan bahwa Indonesia tidak akan tunduk kepada tekanan asing. Situasi tersebut memberikan gambaran mengenai kuatnya rasa kebangsaan di kalangan masyarakat Indonesia pada masa itu.
Kejadian Memalukan di Hadapan Publik
Salah satu peristiwa paling lucu namun memalukan terjadi saat Green diundang untuk menghadiri peletakan batu pertama Universitas Indonesia. Di acara tersebut, Soekarno secara tiba-tiba mempersembahkan durian kepada Green, buah yang dikenal karena baunya yang kuat.
Ketika Green yang tidak menyukai durian dihadapkan pada situasi itu, Soekarno bahkan meminta hadirin untuk mendesaknya agar memakan buah tersebut. Situasi ini menjadi hiburan tersendiri bagi publik yang hadir di acara tersebut.
Dalam kondisi tertekan, Green akhirnya mau memakan durian tersebut, meski dia merasa sangat tidak nyaman. Kejadian ini menunjukkan betapa dalam hubungan internasional, terdapat elemen humor yang juga bisa mengurangi ketegangan.
Mitos dan Kepercayaan yang Menghantui Diplomasi
Tidak hanya durian, terdapat juga cerita menarik tentang undangan Soekarno ke Pelabuhan Ratu. Tempat ini dikenal dengan legenda Nyi Roro Kidul, yang konon dapat membawa malapetaka bagi mereka yang mengenakan warna hijau.
Saat mendengar cerita tersebut, Green yang dikenal skeptis mulai merasakan kecemasan. Nama “Green” yang ia miliki terlihat seperti sebuah kutukan, dan keengganannya untuk menghadiri acara di tempat tersebut menjadi wajar.
Legenda lokal dan kepercayaan masyarakat setempat menciptakan rasa ketakutan tersendiri, bahkan bagi diplomat sekaliber Green. Tentu saja, hal ini menambah warna tersendiri dalam sejarah dialektika antara Indonesia dan AS pada masa itu.
Perubahan Situasi Politik yang Drastis di Indonesia
Marshall Green bertugas sebagai Duta Besar di Jakarta hingga tahun 1969, dan selama masa itu, ia menyaksikan pergeseran kekuasaan yang luar biasa. Kejatuhan Soekarno dan munculnya Soeharto sebagai presiden kedua Indonesia merupakan momentous events.
Green menjadi saksi langsung perubahan drastis yang menandai peralihan kekuasaan di negara yang besar ini. Semangat nasionalisme yang dimiliki Soekarno bertahun-tahun lamanya tampaknya mengalami kontradiksi ketika situasi berbalik melawan kepemimpinannya.
Dengan melihat perubahan ini, kita bisa mengamati bagaimana elemen internal dan eksternal berperan dalam ketidakstabilan politik. Reputasi Green sebagai sosok yang selalu hadir di momen-momen bersejarah menunjukkan bahwa terkadang diplomat tidak hanya berfungsi sebagai penghubung, melainkan juga sebagai saksi perubahan yang penting.