Kejaksaan Agung telah menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan laptop Chromebook pada tanggal 4 September 2025. Tindakan ini mengikuti serangkaian pertemuan dan keputusan yang membuat Kementerian Pendidikan merugi hingga Rp 1,98 triliun.
Kejadian ini bermula pada Februari 2020 ketika Nadiem, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, melakukan pembicaraan dengan pihak Google Indonesia. Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas produk Google dalam rangka program Google O-Education.
Nadiem menyampaikan keinginannya untuk menggunakan Chromebook yang bisa diakses oleh Kementerian, khususnya bagi para siswa. Kesepakatan ini nampaknya menandai awal dari rangkaian keputusan yang berujung pada dugaan korupsi ini.
Pada beberapa kesempatan, Nadiem mengadakan pertemuan lanjutan dengan Google, di mana mereka bersepakat untuk memulai proyek pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Proyek ini dinilai penting untuk modernisasi sistem pendidikan di Indonesia dengan menggunakan teknologi terkini.
Untuk mendukung pengadaan tersebut, pada tanggal 6 Mei 2020, Nadiem mengundang sejumlah pejabat di Kementerian untuk mengikuti rapat tertutup melalui aplikasi Zoom. Dalam rapat itu, terungkap bahwa Nadiem mengarahkan para peserta untuk menggunakan perangkat tertentu dalam mendukung pengadaan alat TIK.
Selanjutnya, setelah diskusi internal, Nadiem mengirimkan jawaban terhadap surat dari Google yang menawarkan partisipasi dalam pengadaan alat TIK. Hal ini menarik perhatian karena menteri sebelumnya, Muhadjir Effendi, tidak menanggapi surat yang sama, setelah upaya sebelumnya terbukti gagal.
Gagalnya uji coba pengadaan Chromebook pada tahun 2019 membuat Muhadjir tidak ingin meneruskan pembicaraan lebih jauh dengan Google. Berbeda dengan langkah Nadiem, yang terkesan lebih berinisiatif dalam melanjutkan pembahasan pengadaan teknologi ini.
Untuk mempublikasikan kebijakan ini, Nadiem mengarahkan timnya untuk menyusun dokumen teknis yang mengatur spesifikasi perangkat. Pihak yang terlibat dalam penyusunan ini diharuskan mengikuti panduan yang telah ditetapkan, yaitu menggunakan Chrome OS.
Langkah-Langkah Pengadaan yang Dipertanyakan oleh Publik
Tim teknis melakukan kajian untuk menyusun spesifikasi teknis, yang secara eksplisit menyebutkan penggunaan Chrome OS. Keputusan ini menjadi sorotan, mengingat spesifikasi itu dianggap menguntungkan salah satu vendor secara jelas.
Sebagai langkah formal, Nadiem menerbitkan peraturan menteri pada Februari 2021 yang menegaskan panduan operasional penggunaan dana alokasi khusus. Dalam lampiran peraturan tersebut, terdapat penguncian spesifikasi yang sangat menguntungkan bagi Google, terlihat dari penekanan pada penggunaan Chrome OS.
Tindakan ini berpotensi menimbulkan banyak pertanyaan dari masyarakat, selain dugaan manfaat yang hanya mengalir kepada satu pihak. Banyak yang mempertanyakan apakah keputusan tersebut benar-benar untuk kepentingan pendidikan atau lebih pada kepentingan pihak tertentu.
Lebih jauh, banyak kalangan mendesak agar penanganan kasus ini dilakukan secara transparan dan akuntabel. Masyarakat menuntut agar tidak ada penyimpangan dan setiap pengeluaran dana publik dapat dipertanggungjawabkan secara jelas.
Dalam konteks ini, Nadiem sebenarnya memiliki tanggung jawab besar untuk menjamin integritas proses pengadaan tersebut. Pembuktian bahwa langkah-langkah yang diambil tidak mencederai kepentingan pendidikan harus dilakukan agar kepercayaan masyarakat tidak hilang.
Dampak Jangka Panjang dari Kasus Dugaan Korupsi Ini
Dugaan korupsi ini tidak hanya berdampak pada Nadiem, tetapi juga pada sistem pendidikan secara keseluruhan. Ketidakpastian dan ketidakpercayaan yang muncul dapat memengaruhi keputusan anggaran dan kebijakan ke depan.
Salah satu dampak terpenting adalah potensi penurunan kualitas pendidikan. Jika pengadaan teknologi dilakukan dengan cara yang tidak benar, siswa yang seharusnya mendapatkan akses terhadap alat belajar modern justru terpaksa tetap konservatif dalam metode belajar yang mereka gunakan.
Hal ini membuat harga pendidikan tidak hanya diukur dari biaya, tetapi juga nilai keadilan dan kesempatan yang seharusnya didapatkan oleh setiap peserta didik. Kerugian sebesar Rp 1,98 triliun tentunya bisa dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur pendidikan lainnya yang lebih mendesak.
Hasil akhir dari kasus ini kelak akan menunjukkan sejauh mana komitmen pemerintah dalam memberantas praktik korupsi. Masyarakat berharap agar para pemangku kebijakan di masa mendatang dapat lebih berhati-hati dan cermat dalam mengambil keputusan.
Ke depannya, penting untuk memastikan adanya pengawasan yang ketat terkait penggunaan dana publik dan pengadaan barang atau jasa. Hal ini menjadi langkah preventif yang perlu dilakukan untuk menutup celah potensi korupsi di masa yang akan datang.
Relevansi Pembelajaran dari Kasus Ini untuk Masa Depan
Kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi semua pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan di kementerian. Sikap terbuka dan kolaboratif antara pemerintah dengan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik.
Pendidikan di Indonesia harus berani berinovasi dan menggunakan teknologi, tetapi dengan cara yang sesuai dengan prinsip etika dan akuntabilitas. Inovasi harus dilakukan tanpa mengorbankan integritas dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Penting untuk menyoroti perlunya sistem pengadaan yang adil dan transparan. Dengan pendekatan yang tepat, harapan akan terciptanya sistem pendidikan yang lebih baik bukanlah hal yang mustahil.
Akhirnya, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sipil menjadi sangat penting dalam menjaga integritas dan akuntabilitas keputusan-keputusan yang diambil. Keberhasilan pendidikan masa depan akan sangat bergantung pada kemampuan semua pihak untuk bekerja sama dalam mewujudkan visi yang lebih baik.
Oleh karena itu, kasus Nadiem Makarim ini harus dihadapi dengan serius dan disikapi secara konstruktif, agar pendidikan di Indonesia bisa mencapai yang lebih baik di masa depan.










