Peristiwa sejarah sering kali menyimpan kisah-kisah tak terduga yang membentuk hubungan antar bangsa. Salah satunya adalah kisah solidaritas antara Palestina dan Indonesia yang menonjol dalam catatan sejarah dua bangsa yang pernah merasakan penjajahan. Sebuah hubungan yang terjalin tak hanya dalam wacana, tetapi juga dalam tindakan nyata mencerminkan kepedulian terhadap perjuangan kemerdekaan.
Tepat dua tahun lalu, Israel melancarkan serangan hebat terhadap warga Palestina. Sejak saat itu, masyarakat Indonesia semakin menunjukkan kepedulian dan dukungan kepada perjuangan rakyat Palestina. Namun, tidak banyak yang mengingat sejarah yang membangun solidaritas ini.
Di balik dukungan kuat ini, terdapat figur penting seperti Muhammad Ali Taher, seorang dermawan asal Palestina. Ia dikenal telah melepaskan seluruh harta miliknya untuk membantu perjuangan Indonesia melawan penjajahan Belanda.
Aksi heroik ini dimulai pada Desember 1948 ketika Indonesia menghadapi Agresi Militer Belanda II. Pada waktu itu, ibu kota Yogyakarta diserang, mengakibatkan banyak pemimpin ditangkap dan ekonomi rakyat dalam keadaan krisis. Situasi tersebut memicu berbagai upaya bertahan hidup dari masyarakat.
Beberapa warga berpartisipasi dalam penyelundupan, sementara yang lain melakukan gotong royong untuk menanggulangi dampak serangan tersebut. Di luar negeri, para diplomat Indonesia berjuang keras demi mendapatkan dukungan dari negara lain dalam pengakuan terhadap kemerdekaan Indonesia.
Salah satu dukungan yang sangat mengesankan datang dari Muhammad Ali Taher, seorang pengusaha sukses yang juga mengenal rasa sakit akibat penjajahan. Dia lahir di Nablus, Tepi Barat, pada 1896 dan memiliki empati yang mendalam terhadap perjuangan bangsa-bangsa yang terjajah.
Perjalanan Muhammad Ali Taher dalam Menunjukkan Solidaritas
Ali Taher bukanlah sosok asing di kalangan tokoh perjuangan kemerdekaan. Ia dikenal sering menerima para pemimpin gerakan anti penjajahan, termasuk dari Indonesia. Banyak jasa yang ia lakukan, terutama dalam hubungan diplomatik antara Indonesia dan negara-negara Arab.
Lebih dari sekadar dukungan emosional, tindakan nyata Ali Taher menjadi catatan penting dalam sejarah. Melalui Mohamed Zen Hassan, seorang diplomat Indonesia, Ali Taher menyadari pentingnya dukungan material bagi perjuangan bangsa yang berjuang untuk meraih kemerdekaan.
Pada salah satu pertemuan bersejarah, Ali Taher membawa Hassan ke Bank Arabia. Dalam momen yang tak terduga, ia menarik seluruh uangnya dari bank tersebut. Tindakan ini membuktikan keseriusannya untuk membantu rakyat Indonesia dalam perjuangan mereka melawan penindasan.
Hassan awalnya tidak percaya bahwa seluruh tabungan tersebut ditujukan untuk membantu Indonesia. Namun, pernyataan Ali Taher yang menegaskan bahwa ia dengan sukarela menyerahkan hartanya untuk perjuangan Indonesia membuat semua terharu. Ini adalah momen historis yang mencerminkan solidaritas antar bangsa.
“Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia,” demikian kata-kata penuh makna yang disampaikan oleh Ali Taher. Hal ini pun tercatat dalam memoar yang ditulis oleh Hassan, menggambarkan betapa luar biasanya kontribusi yang diberikan bukan hanya dalam bentuk finansial, tetapi juga dukungan moral dan politik.
Konsekuensi Sejarah dan Hubungan Indonesia-Palestina
Meskipun tidak ada catatan pasti mengenai jumlah uang yang disumbangkan, bantuan Ali Taher memiliki dampak yang signifikan. Sejak saat itu, banyak pihak menyadari pentingnya solidaritas internasional dalam perjuangan melawan penjajahan dan ketidakadilan. Kisah Ali Taher menjadi salah satu alasan mengapa Indonesia terus mendukung Palestina dalam berbagai kesempatan.
Indonesia, sejak awal, menolak mengakui keberadaan Israel yang diproklamasikan pada 14 Mei 1948. Presiden Soekarno menegaskan sikapnya untuk berpihak kepada Palestina, berdasarkan prinsip keadilan dan kemerdekaan. Sikap ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas politik Indonesia.
Komitmen Indonesia terhadap Palestina terus dijaga hingga saat ini, terutama setelah berbagai peristiwa internasional yang melibatkan hubungan keduanya. Selama Konferensi Asia Afrika 1955, Indonesia menjadi tuan rumah dan menegaskan posisinya agar Israel tidak diizinkan hadir.
Dalam pidatonya yang terkenal pada 17 Agustus 1966, Presiden Soekarno menekankan pentingnya dukungan terhadap Palestina sebagai bagian dari perjuangan antiimperialisme. Sikap ini mencerminkan kesadaran yang dalam tentang perjuangan yang tidak hanya berkaitan dengan Palestina, tetapi juga dengan ideologi kemerdekaan bagi semua bangsa yang terjajah.
Soekarno menggugah semangat nasionalisme dengan menyatakan bahwa Indonesia adalah bangsa yang berkomitmen untuk menentang imperialisme dalam bentuk apapun. Dukungan ini bukan hanya seremonial, tetapi suatu pemahaman yang mendalam tentang persatuan dan keadilan global.
Mewarisi Semangat Solidaritas Menuju Masa Depan
Kesadaran akan hubungan historis antara Palestina dan Indonesia bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan. Setiap generasi memiliki tanggung jawab untuk menjaga semangat solidaritas tersebut, mengingatkan kita tentang perjuangan yang telah dilakukan oleh pendahulu. Hal ini penting agar nilai-nilai kemanusiaan tetap hidup dalam perjalanan bangsa.
Hari ini, meskipun tantangan dan rintangan masih ada, dukungan terhadap Palestine tetap mengalir dari masyarakat Indonesia. Dalam konteks ini, penting untuk mendidik generasi muda mengenai sejarah solidaritas ini, agar mereka memahami dan mencintai semangat solidaritas internasional.
Melalui pemahaman ini, kita dapat membangun jembatan lebih kuat antara masyarakat Indonesia dan Palestina. Komitmen untuk mendukung kemerdekaan dan keadilan harus tetap dipegang erat, menjadikan hubungan ini relevan untuk masa depan yang lebih baik bagi kedua bangsa.
Dengan demikian, seiring dengan perubahan zaman, menjaga ingatan akan sejarah kedekatan ini akan menjadi pilar penting untuk membangun masa depan yang berkeadilan. Kita tidak hanya melihat masa lalu, tetapi mempertahankan harapan untuk masa depan yang lebih harmonis dan berdampak positif bagi seluruh umat manusia.