Kisah seorang pejuang kemerdekaan yang bertransformasi menjadi buronan kriminal adalah sebuah paradoks yang menggugah selera. Sejarah mencatat nama Kusni Kasdut, seorang mantan pejuang yang berjuang tanpa henti melawan penjajahan, tetapi akhirnya terjerumus ke dalam dunia kejahatan. Dalam perjalanan hidupnya, banyak keputusan dan situasi yang membentuk jalannya menuju hukuman yang tak terelakkan.
Pada masa perjuangan, Kusni berperan aktif dalam mengusir penjajah Belanda setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Ia tergabung dalam Brigade Teratai, sebuah kelompok yang terdiri dari prajurit TNI, perampok, dan kelompok kriminal lainnya yang bersatu untuk meraih kemerdekaan. Namun, perjalanan heroiknya ini tak berlanjut ke jalur yang diharapkan.
Setelah perang usai, situasi mulai berbalik. Banyak pejuang yang diakui dan mendapatkan pekerjaan di jajaran militer, tetapi Kusni sebaliknya. Dia menghadapi dua realitas yang tidak memuaskan: tidak diterima oleh TNI dan merasa diabaikan oleh pemerintah. Terjebak dalam situasi tanpa uang dan keahlian, jalan hidupnya berbelok tajam ke arah yang kelam.
Dalam keadaan putus asa, seorang teman mengajukan tawaran untuk terlibat dalam tindak kriminal. Terpikat oleh keinginan untuk bertahan hidup, Kusni pun mengiyakan ajakan tersebut. Keputusan ini merupakan awal dari serangkaian tindakan kriminal yang semakin memperdalam keterpurukannya.
Transformasi Dari Pejuang Menjadi Perampok
Kusni awalnya terlibat dalam aksi pemerasan, berpura-pura menjadi penculik untuk mendapatkan uang dari keluarga korban. Dari aksi ini, ia berhasil mengantongi Rp600 ribu, yang membuatnya mulai ketagihan untuk melakukan kejahatan lebih besar. Transformasi dari pejuang kemerdekaan menjadi buronan kriminal ini menimbulkan rasa prihatin, mengingat latar belakang heroiknya.
Berseberangan dengan niat awalnya untuk membela bangsa, Kusni mencari cara untuk memenuhi kehidupannya melalui jalan-jalan gelap. Menjadi spesialis perampokan, dia mengincar harta berharga dari orang kaya. Salah satu aksi besar pertamanya terjadi pada 11 Agustus 1953, saat merampok rumah seorang konglomerat di Jakarta.
Perampokan itu bukan hanya menghasilkan harta benda, tetapi juga berujung pada hilangnya nyawa pemilik rumah. Kejadian ini mengguncang masyarakat dan menjadikan Kusni sebagai buronan yang diburu oleh polisi. Meski reputasinya sebagai pelaku kejahatan semakin melejit, ia tetap terkenal licin, sering berhasil menghindari sergapan penegak hukum.
Kusni memiliki kebiasaan membagikan hasil kejahatannya kepada masyarakat miskin. Tindakan ini mungkin merupakan ungkapan rasa belas kasihnya, namun juga ironis, mengingat dia sendiri berasal dari latar belakang perjuangan yang sama. Tindakan altruismenya menjadi janggal saat disandingkan dengan kejahatan yang dilakukannya.
Aksi Perampokan Terbesar dan Kehancuran
Salah satu tindakan kriminal yang paling terkenal terjadi pada 31 Mei 1961, saat Kusni menyamar sebagai polisi dan merampok Museum Nasional Jakarta. Dalam aksi berani ini, dia berhasil membawa kabur 11 permata berharga dan batangan emas senilai Rp2,5 miliar. Keberhasilannya ini menciptakan dampak yang luas, tidak hanya untuknya tetapi juga untuk citra keamananan di Indonesia.
Namun, keberuntungannya tidak bertahan lama. Saat ia mencoba menjual hasil rampokan, polisi yang menyamar berhasil menangkapnya. Dalam situasi yang genting, Kusni sempat melarikan diri, tetapi usaha itu justru membawanya semakin dekat kepada kejatuhan. Penangkapannya menandai perubahan drastis dari kehidupan bebasnya menjadi kehidupan di balik jeruji besi.
Proses persidangan yang dihadapi Kusni berakhir dengan vonis hukuman mati. Dalam masa menunggu eksekusi, ia dipindahkan dari satu penjara ke penjara lainnya, mengingatkan kita pada bagaiamana keadilan dan hukuman bisa bekerja dalam sistem hukum. Dia pernah mencoba melarikan diri lagi, tetapi akhirnya ditangkap kembali.
Dalam petualangan hidupnya yang kelam, Kusni mengalami penyesalan di penghujung hidupnya. Mengganti jalan hidupnya dengan pertobatan, ia menjadi penganut Katolik yang taat, menggambarkan perubahan mental yang dalam meski terlambat. Ia bahkan memohon grasi kepada Presiden dengan harapan mendapatkan pengampunan untuk kesalahan yang telah diperbuatnya.
Dampak dan Warisan Sejarah Kisah Kusni Kasdut
Kisah Kusni Kasdut adalah refleksi dari kerumitan kehidupan manusia. Masyarakat terpecah menjadi dua pandangan; satu pihak menginginkan penghukuman karena tindakan kriminalnya, sementara yang lain masih mengingat jasanya sebagai pejuang kemerdekaan. Ini menciptakan perdebatan tentang keadilan dan bagaimana masa lalu seseorang seharusnya memengaruhi penilaian akan tindakan mereka di masa kini.
Hasil akhirnya, pada 16 Februari 1980, Kusni dieksekusi mati, meninggalkan jejak dalam sejarah yang penuh dengan ambiguitas. Kisah hidupnya menjadi bahan pembicaraan yang terus berlanjut, menantang para sejarawan dan masyarakat untuk merenungkan nilai-nilai kemanusiaan, pengorbanan, dan konsekuensi dari pilihan hidup.
Sebagai catatan sejarah, kisah ini tidak hanya mencerminkan perjuangan individu, tetapi juga menggambarkan kompleksitas kondisi sosial dan politik yang mengelilingi Indonesia di masa itu. Frasa “pejuang atau perampok” kini mungkin akan tetap menjadi dilema untuk dikenang, menarik benang merah antara perjuangan untuk kemerdekaan dan jatuhnya ke dalam kejahatan.
Rangkuman ini tidak hanya mendeskripsikan perjalanan hidup satu orang, tetapi juga menggugah kita untuk berpikir tentang bagaimana masa lalu membentuk identitas dan pilihan di masa depan. Pengalaman Kusni Kasdut berfungsi sebagai peringatan akan konsekuensi dari jalan hidup yang kita pilih.