Choki-Choki, camilan legendaris asal Indonesia, telah mencapai popularitas yang luar biasa di Malaysia. Banyak warga Malaysia yang salah kaprah mengira produk ini merupakan hasil buatan negeri mereka, padahal sejarahnya justru berakar di tanah air kita. Dengan kemasan plastik yang ikonik, Choki-Choki telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya makanan ringan di Malaysia.
Fenomena Choki-Choki memperlihatkan bagaimana satu produk dapat mengubah cara orang menikmati camilan. Tidak hanya sekedar snack, kehadirannya juga menginspirasi tren kreatif dalam pembuatan es krim di rumah. Dari es lilin hingga es krim lembut, banyak orang terbukti berkreasi menggunakan pasta cokelat yang merupakan ciri khas Choki-Choki.
Popularitasnya semakin meningkat berkat keberadaan media sosial, di mana berbagai video tentang cara membuat es krim Choki-Choki dengan mudah viral. Selain itu, banyak acara anak-anak di Malaysia yang menampilkan produk ini, memperkuat klaim warga bahwa Choki-Choki adalah produk asli mereka.
Asal Usul dan Sejarah Choki-Choki di Indonesia
Choki-Choki sepenuhnya dikembangkan oleh perusahaan makanan Indonesia, Mayora. Did founded pada tahun 1977 oleh Jogi Hendra Atmadja, Mayora awalnya fokus pada biskuit dan wafer. Pengenalan Choki-Choki pada tahun 1985 menjadi titik balik yang signifikan dalam sejarah perusahaan.
Inovasi dalam pembuatan pasta cokelat ini memberikan solusi bagi masalah cokelat yang mudah meleleh di iklim tropis. Inovasi tersebut membuat Choki-Choki menjadi lebih tahan panas dan praktis, sehingga bisa dinikmati kapan saja. Hal ini juga memungkinkan produk ini dapat didistribusikan lebih luas, termasuk ke negara-negara tetangga.
Choki-Choki bukan hanya sekadar makanan ringan, tetapi juga simbol kreativitas industri makanan Indonesia yang mampu bersaing di pasar internasional. Keberanian Mayora untuk mengenalkan produk ini menjadi langkah awal bagi keberhasilan merek di kancah global.
Pampasan dan Ketersediaan Choki-Choki di Pasar Internasional
Mayora memastikan bahwa semua produk, termasuk Choki-Choki, diproduksi di pabrik-pabrik yang ada di Indonesia. Beberapa laporan menunjukkan bahwa Choki-Choki telah menjadi primadona dalam kategori cokelat kemasan bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di Malaysia, Thailand, India, dan bahkan Arab Saudi.
Sebanyak 14 pabrik yang dimiliki oleh Mayora tersebar di berbagai lokasi, 13 di antaranya berada di Indonesia dan satu di Filipina. Dengan jaringan produksi yang luas ini, Choki-Choki berhasil memenuhi permintaan pasar internasional secara konsisten.
Fenomena ini membuka peluang bagi produk-produk makanan Indonesia lainnya untuk memperkenalkan diri di luar negeri. Keberhasilan Choki-Choki memberi inspirasi pada perusahaan-perusahaan makanan Indonesia untuk mengikuti jejak serupa, menciptakan produk yang mampu bersaing secara global.
Penerimaan dan Kecintaan Masyarakat terhadap Choki-Choki
Kecintaan terhadap Choki-Choki di Malaysia tidak terjadi begitu saja. Banyak faktor yang mendorong popularitasnya, termasuk kolaborasi dengan program televisi anak-anak. Animasi seperti Upin Ipin dan Boboiboy sering menampilkan Choki-Choki, yang secara tidak langsung mendongkrak popularitas produk ini di kalangan generasi muda.
Selain Choki-Choki, produk lain dari Mayora seperti permen Kopiko juga meraih sukses serupa. Permen ini sering dianggap sebagai nomor satu di Malaysia, menunjukkan bahwa produk Indonesia sangat dihargai oleh masyarakat setempat. Kombinasi antara rasa yang nikmat dan kemasan yang menarik menjadi daya tarik utama.
Pengaruh budaya dan pemasaran yang tepat telah mendukung keberlanjutan produk-produk ini di Malaysia, sekaligus membuka mata banyak orang tentang kualitas makanan Indonesia. Kecintaan masyarakat Malaysia terhadap Choki-Choki dan Kopiko menjadi bukti bahwa inovasi makanan Indonesia mampu mengubah pandangan internasional.











