Siapa sangka, seorang pria dari Blitar, Jawa Timur, bernama Moedjair, dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tanpa perlu melalui proses seleksi yang biasa. Hal ini terjadi setelah dia melakukan penemuan unik di Laut Selatan Jawa: sekelompok ikan yang dianggap sakti, yang kemudian mengubah hidupnya dan berdampak bagi masyarakat luas.
Pada tahun 1936, atau dalam versi lain pada 1939, Moedjair secara tidak sengaja menemukan ikan yang bentuknya unik dan aneh. Terkesan dengan penemuannya, dia memutuskan untuk membawa pulang lima ekor ikan tersebut dan memeliharanya di kolam air tawar yang dimilikinya.
Di dunia perikanan, biasanya ikan air asin tidak dapat bertahan hidup di lingkungan air tawar. Namun, keajaiban terjadi ketika ikan-ikan yang dibawa pulang Moedjair tidak hanya selamat, tetapi juga berkembang biak dengan cepat di kolam tersebut. Kejadian itu membuat Moedjair yakin bahwa ikan yang ditemukannya adalah ikan sakti.
Proses Penemuan dan Reaksi Warga Sekitar
Warga sekitar sangat terheran-heran melihat kejadian luar biasa tersebut, hingga berita penemuan Moedjair menyebar hingga kepada pejabat Belanda, seorang bernama Schuster. Sebagai hasil investigasi, ikan yang ditemukan tersebut adalah Tilapia mossambica, yang asalnya dari Afrika.
Keberadaan ikan ini di perairan Indonesia menjadi misteri. Walaupun tidak tahu bagaimana ikan tersebut tiba, masyarakat setempat mulai menaruh ikan itu di berbagai kolam, tambak, dan akuarium. Menariknya, ikan ini mampu beradaptasi dengan baik, tumbuh subur, dan berkembang biak di berbagai lokasi yang berbeda.
Kisah Moedjair dan ikan mujair semakin dikenal, dan atas jasa yang telah dia lakukan, dia mendapat imbalan dari pemerintah Belanda. Meskipun proses pengangkatannya sebagai PNS tidak memerlukan seleksi, Moedjair diterima dengan baik oleh masyarakat.
Peran Ikan Mujair dalam Masyarakat
Ketika masa pendudukan Jepang tiba, dukungan untuk penyebaran budidaya ikan mujair semakin meningkat. Ikan ini menjadi simbol harapan baru bagi banyak masyarakat yang ingin memperbaiki perekonomian mereka pasca perang. Mojair, sebagai penemu, berharap bahwa ikan ini dapat menjadi sasaran utama dalam peningkatan kualitas hidup rakyat.
Setelah masa perang berakhir, ikan mujair semakin mendapatkan perhatian. Dalam sebuah majalah terbitan Desember 1948, disebutkan bahwa ikan mujair menjadi pilihan utama untuk menggantikan budidaya udang dan bandeng yang hancur akibat konflik. Adaptabilitasnya yang tinggi menjadikan ikan ini sebagai alternatif yang sangat berharga.
Keberhasilan Moedjair dalam menemukan dan menyebarkan ikan mujair mendapat pengakuan lebih luas. Banyak penghargaan yang diterima, termasuk dari berbagai lembaga internasional yang meneliti potensi budidaya ikan ini. Moedjair menjadi tokoh penting dalam sejarah perikanan Indonesia.
Warisan yang Ditinggalkan Moedjair
Moedjair meninggal dunia pada 7 September 1957, tetapi warisannya tetap abadi. Berkat penemuan dan usaha penyebarannya, ikan mujair kini menjadi salah satu jenis ikan yang paling diminati di berbagai wilayah di dunia. Di seluruh kawasan Asia, Eropa, dan Amerika, ikan ini masih dibudidayakan dengan baik.
Dalam literatur internasional, sering kali disebutkan bahwa keberhasilan Moedjair berkontribusi signifikan terhadap peningkatan ketahanan pangan. Ikan mujair menjadi salah satu sumber protein yang penting bagi banyak masyarakat, terutama di daerah yang miskin akan sumber daya. Semangatnya untuk memajukan kehidupan masyarakat patut diacungi jempol.
Meskipun nama ilmiahnya adalah Tilapia mossambica, masyarakat lebih mengenalnya dengan nama “mujair.” Nama ini bukan hanya mengingatkan kita pada ikan itu sendiri, tetapi juga pada seorang visioner yang mengubah kehidupan banyak orang dengan penemuannya. Pendapatan dari budidaya mujair telah menghidupi jutaan orang di belahan dunia.











