Kebijakan pemerintah sering kali menimbulkan reaksi beragam dari masyarakat, termasuk penolakan yang ekstrem. Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, terdapat momen unik yang melibatkan praktik mistis dan kepercayaan akan ancaman gaib terhadap salah satu pejabatnya.
Hal ini terjadi ketika Mar’ie Muhammad, yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak pada tahun 1988, mengalami tekanan luar biasa di tengah upayanya mereformasi otoritas pajak. Ditunjuk oleh Menteri Keuangan saat itu, J.B. Sumarlin, ia memiliki misi untuk meningkatkan penerimaan negara di tengah krisis pendapatan dari sektor migas.
Penerimaan negara yang mengandalkan minyak dan gas bumi mengalami penurunan drastis, membuat pemerintah mencari cara untuk mendiversifikasi sumber pendapatan. Mar’ie tak hanya dituntut untuk meningkatkan penerimaan pajak, tetapi juga harus membersihkan praktik kotor yang mengakar di Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Menghadapi Ancaman dari Dalam dan Luar Institusi
Di antara tantangan yang harus dihadapi Mar’ie adalah minimnya jumlah wajib pajak dan resistensi yang datang dari berbagai pihak. Para pegawai DJP tidak semuanya sejalan dengan niat reformasi tersebut, di mana pengusutan praktik korup di dalam lembaga harus dijalankan dengan hati-hati.
Pada kesempatan awal jabatannya, Mar’ie mengadakan rapat koordinasi bersama pejabat DJP untuk merumuskan strategi reformasi. Menariknya, dalam pertemuan tersebut juga dibahas mengenai cara untuk mengantisipasi ancaman gaib yang mungkin datang, mencerminkan betapa kuatnya tradisi dan kepercayaan di kalangan pegawai.
Salah satu pejabat yang hadir dalam rapat menyebutkan, “Terjadi pembicaraan mengenai bagaimana mencegah apabila ada black magic.” Hal ini menunjukkan pengaruh budaya lokal yang masih hidup dan aktif dalam praktis pekerjaan pemerintahan.
Perubahan Paradigma Pemungutan Pajak yang Berani
Mar’ie memilih untuk melakukan pendekatan lebih inovatif dalam pemungutan pajak. Di era sebelumnya, pemerintah aktif mengejar wajib pajak, namun Mar’ie mengalihkan strategi menjadi sistem self-assessment. Dalam sistem ini, masyarakat diharapkan melaporkan dan membayar pajak secara mandiri, sebuah inovasi yang cukup berani.
Untuk mendukung perubahan ini, Mar’ie melirik reformasi internal di DJP. Dia berkomitmen untuk menyingkirkan pegawai yang berpotensi korup dan meningkatkan integritas aparatur. Melalui langkah ini, Mar’ie berharap dapat membangun citra positif di kalangan masyarakat.
Langkah-langkah yang diterapkan Mar’ie mulai membuahkan hasil. Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak meningkat seiring dengan penghargaan yang diberikan kepada pembayar pajak patuh dan insentif bagi mereka yang disiplin.
Dari Direktur Jenderal Pajak menjadi Menteri Keuangan
Setelah masa jabatannya sebagai Dirjen Pajak berakhir pada tahun 1993, Mar’ie kembali mendapatkan kepercayaan sebagai Menteri Keuangan. Dalam kapasitas baru ini, ia dituntut untuk melanjutkan reformasi yang telah dimulai dan meningkatkan kinerja ekonomi negara.
Pada periode kepemimpinannya sebagai Menteri Keuangan, Mar’ie menghadapi tantangan yang lebih besar. Ia harus mempertahankan momentum positif di sektor pajak sambil mengatasi berbagai krisis ekonomi yang mungkin terjadi. Kebijakan fiskal yang proaktif menjadi kunci dalam strateginya untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Dari kisah Mar’ie Muhammad, kita belajar tentang tantangan yang dihadapi pemimpin dalam memajukan negara. Keberanian untuk mengandalkan keyakinan diri dan integritas, serta keinginan untuk memperbaiki sistem, menjadi bagian penting dari perjalanan kepemimpinannya.











